BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Interaksi dengan kepentingan yang beragam secara ekonomi, politik, dan social budaya pada gilirannya akan mendorong berbagai macam konflik atau pertentangan. Disadari, konflik merupakan bagian dari realitas kehidupan manusia. Tanpa konflik, manusia tidak akan tumbuh dan berkembang secara optimal dan dewasa.
Tahap lanjut dari konflik biasanya adalah munculnya perilaku kekerasan. Dengan demikian, yang mendasar bagi masyarakat adalah kecakapan mengelola konflik yang cenderung destruktif (merusak) ke arah konstruktif (membangun), sehingga perdamaian dan anti kekerasan menjadi nilai budaya yang mampu meredam bagi munculnya konflik yang bernuansa kekerasan.
B. Mengenali Anatomi Konflik Kekerasan
Setiap kasus kekerasan tentu berbeda dari kasus kekerasan yang lain. Tetapi ditinjau dari aspek sosiologis, kebanyakan kasus-kasus brutalitas ada persamaannya. Kalau ditinjau dari konsep yang mutakhir dalam ilmu jiwa tentang kekerasan massa atau “the psychology of mass violence” dan ilmu sosial tentang kekerasan dan konflik politik, dan kalau kita terapkan data dan konsep mutakhir ini pada keadaan di Indonesia, maka akan diperoleh empat kondisi yang bersama akan menimbulkan kecenderunagan yang sangat tinggi untuk terjadinya kekerasan massa.
1. Telah bertahun-tahun di Indonesia terjadi apa yang disebut “syndrome of marjinalization” atau kehidupan keterpurukan. Artinya, banyak sekali masyarakat yang sudah lama terpuruk, seperti terbuang, terkucilkan, tertekan, terhina.
2. “Syndrome of betrayal”, yaitu banyak golongan yang penuh harapan yang akhirnya merasa dikhianati, sedikitnya ditipu dan dikibuli.
3. Ekses negative disuatu oligarki yang telah berpuluh-puluh tahun berkuasa, kini sedang mengalami permasalahan yang kompleks.
4. Melemahnya sebagian “authorized and legal controls”, atau kurangnya wibawa sebagian aparat ketertiban an keamanan.
C. Tiga Serangkai : Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian
Konflik merupakan suatu kenyataan hidup dan tidak dapat dihindari. Karena itu, konflik tetap berguna bahkan dibutuhkan, apalagi karena ia memang merupakan bagian dari keberadaan kita.
Kekerasan sendiri diartikan sebagai tindakan, perkataan, sikap, berbagai struktur atau system yang menyebabkan kerusakan secara fisik, mental, sosial, atau lingkungan, dan atau menghalangi seseorang untuk meraih potensinya secara penuh.
Perdamaian sendiri merupakan konsep yang cukup luas dan pencapaiannya membutuhkan proses yang panjang. Untuk mencapai kondisi tersebut, kita memerlukan suatu gerakan yang sinergis, bukan gerakan yang terpisah-pisah.
D. Urgensi dan Relevansi Penulisan Buku Perdamaian dan Anti Kekerasan
Tujuan utama penulisan buku ini sebenarnya sangat mulia, yaitu mewujudkan masyarakat damai.
1. Demi memenuhi kebutuhan kejiwaan (psikis) kita. Maksudnya adalah secara batin jiwa kita ini ingin ketenteraman, tidak terancam dari berbagai gwjolak yang destruktif.
2. Terwujudnya jaringan komunikasi sosial yang sehat
3. Ingin membagi kebahagiaan terhadap sesame
Pertanyaan yang paling mendasar adalah mengapa kita perlu membagi kebahagiaan dan kedamaian terhadap sesama?
Jawabnya sederhana, yaitu :
1. Memenuhi kewajiban agama, yaitu mendoakan sesama untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat
2. Ada kepentingan kita kepada sesama
3. Membudayakan kerja kolektif untuk menyelesaikan berbagai persoalan bersama
4. Membantu mengurangi beban penderitaan orang
E. Trikrama Universitas Trisakti sebagai Pedoman Perdamaian dan Anti Kekerasan
Prinsip trikrama berisi 3 etika utama, yang nilai-nilainya dianjurkan agar dihayati, dijunjung tinggi, dilaksanakan, dan ditaati oleh setiap warga kampus Universitas Trisakti. Trikrama, sesuai dengan namanya, terdiri dari 3 krama yang masing-masing memiliki nilai yang berdiri sendiri, akan tetapi dalam prakteknya merupakan satu kesatuan yang utuh dan selaras.
1. Krama pertama adalah serangkaian nilai dasar yang meliputi : takwa, tekun, terampil
2. Krama kedua adalah rangkaian karma yang menggambarkan karakteristik sifat hubungan antar manusia. Terdiri atas : asah, asih, asuh
3. Krama ketiga merupakan rangkaian karma yang menggambarkan hubungan manusia dan masyarakat. Terdiri dari : satria, setia, dan sportif
BAB II KONFLIK, KEKERASAN, DAN PERDAMAIAN : PARADIGMA DAN DEFINISI
Konflik dapat dilihat sebagai sarana dan konflik sebagai tujuan. Konflik terbagi 2 macam, yakni konflik realistik dan konflik non realistik. Konflik realistik adalah konflik yang timbul karena tuntutan-tuntutan tertentu dan diarahkan pada objek tertentu. Sebaliknya konflik non realistik, konflik itu sendiri adalah tujuan, tidak dikondisikan oleh objek dan berfungsi untuk meredakan ketegangan dari sekurang-sekurangnya salah satu pihak yang bertentangan.
Kekerasan
Para ilmuwan dalam bidang ilmu sosial tampaknya terbagi ke dalam 2 pandangan. Menurut perspektif sosiologis, kekerasan muncul sebagai respons tidak langsung sebagai struktur sosial, yakni : 1) karena adanya control sosial yang berlebihan sehingga menindas kebebasan-kebebasan individu yang kemudian frustrasi; atau 2) karena tiadanya kontrol sosial yang diperlukan sehingga mendatangkan kekacauan
Perdamaian
Adalah suatu proses pertarungan multidimensional yang tidak pernah berakhir dalam usaha untuk mengubah kekerasan.
BAB III SOSIOLOGI KONFLIK DAN KEKERASAN
Dalam kehidupan sehari-hari, kecenderungan individu menandai perbedaan sikap antar masing-masing, memang sulit dihindarkan. Padahal, pergaulan yang diikuti perilaku membeda-bedakan kepada asal usul individu pada kelompok etnik tertentu, bisa melahirkan lingkaran kebencian manakala tidak ada usaha pencairan. Situasi perjumpaan antarindividu yang semula wajar bisa menjadi arena saling melecehkan. Akibatnya, relasi antar kelompok masyarakat menjadi sangat rentan. Bahkan, masing-masing kelompok etnik yang berbeda menjadi mudah terpengaruh.
BAB IV PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL : MODEL, PROSES, DAN ANATOMI
Indonesia adalah sebuah masyarakat majemuk/bhinneka tunggal ika, yaitu sebuah masyarakat negara yang terdiri atas masyarakat-masyarakat suku bangsa yang dipersatukan dan diatur oleh sistem nasional.
Dalam menangani sebuah konflik ada beberapa istilah yang biasa digunakan yang dibedakan berdasarkan tujuan-tujuan kegiatan dilakukan : 1) pencegahan konflik bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras 2) penyelesaian konflik bertujuan untuk mengakhiri perilaku melalui suatu persetujuan perdamaian 3) pengelolaan konflik bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku yang positif bagi pihak-pihak yang terlibat 4) resolusi konflik menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan yang bisa tahan lama di antara kelompok-kelompok yang bermusuhan.
A. Dilema dalam Penanganan Konflik Etnis
Di atas segalanya, penanganan dan pencegahan pembunuhan, pembersihan, atau pengusiran akibat konflik etnis perlu mendapat prioritas dalam pembuatan kebijakan. Bukan saja karena kita dibangun di atas keragaman etnis, tapi juga karena kesadaran universal. Dengan demikian, menunda penanganan masalah etnis berarti percepatan menuju keterasingan, baik dari komunitas internasional maupun dari tataran kemanusiaan, serta bertentangan dengan cita-cita UUD 1945 yang menjadi dasar NKRI.
BAB V MEMBANGUN PERDAMAIAN DAN ANTI KEKERASAN
Hakikat mendalam dari perdamaian tidak hanya ketiadaan suatu peperangan/konflik kekerasan. Dalam mengembangkan cara-cara yang menunjang transformasi konflik internal yang berbahaya, kita harus mempunyai komitmen untuk menciptakan perjanjian yang adil dan abadi melalui alat perdamaian yang menyeluruh dengan mengakui bahwa konflik yang tidak berbahaya dapat menjadi suatu kekuatan yang konstruktif menuju perubahan.
Proses terciptanya budaya perdamaian memerlukan niat baik, keterlibatan, dan keseriusan semua pihak, terutama mereka yang terlibat langsung dalam kekerasan yang terjadi. Proses tersebut merupakan perjalanan panjang yang harus dilakukan dengan sabar. Perdamaian tidak mungkin terjadi jika trauma dan luka akibat kekerasan yang terjadi masih menganga lebar. Perdamaian pun tidak mungkin didorong jika berbagai ketidakadilan masih terjadi.
BAB VI PERDAMAIAN DAN ANTI KEKERASAN : WACANA DAN AGENDA KEDEPAN
Perdamaian merupakan tahap yang sangat menentukan bagi terwujudnya kesejahteraan umat manusia. Unsur yang paling mendasar dan terpenting dari pengertian umum perdamaian tersebut adalah adanya “pengakuan (kesalahan sendiri)”, sehingga memunkinkan terjadinya proses saling melupakan (sakit hati, dendam, atau kepedihan yang diakibatkan oleh perselisihan atau pertikaian yang telah terjadi) dan memaafkan satu sama lain”.
Dengan kata lain, “ saling member dan menerima” (take and give), kata orang lain selama ini , atau dalam ungkapan lainnya yang kini banyak digunakan dalam berbagai proses perdamaian di seluruh dunia “Lupakan dan maafkan” (forgot and forgive).
A. Pelajaran dan Nilai-nilai yang dapat Dipetik
Berdasarkan kajian dari success story proses rekonsiliasi di Afsel serta berdasarkan pengamatan empiris, maka ada 9 faktor untuk terjadinya suatu rekonsiliasi dan perdamaian, yaitu : 1) visi yang kuat untuk masa depan 2) membangun sistem hukum 3) partisipasi kelompok masyarakat sipil 4) penggunaan atribut/cara local 5) leadership 6) media kampanye 7) berfokus kepada korban 8) workshop kritis 9) penggunaan fasilitator
BAB VII PENUTUP
A. Mencegah Konflik Kekerasan
Ada beberapa hal penting yang perlu direnungkan terutama dalam konteks pencegahan konflik di Indonesia di masa mendatang.
1) diperlukan suatu visi bersama dari bangsa Indonesia untuk menata masa depan yang lebih baik dengan berlandaskan pada pengembangan nilai-nilai kebangsaan, demokrasi, dan HAM 2) membangun sistem hokum yang adil, transparan, dan tidak diskriminatif dalam rangka untuk mencegah konflik dan menyelesaikan konflik 3) pendidikan resolusi konflik dan perdamaian bagi masyarakat luas perlu terus disosialisasikan, sehingga masyarakat mempunyai kemampuan sendiri untuk menyelesaikan konflik dan menciptakan perdamaian di masa mendatang 4) peran media massa yang pro-damai dalam kerangka pencegahan konflik perlu dioptimakan, terutama peran media massa local 5) kerjasama yang sinergis antara Pemerintah dan masyarakat mutlak dibutuhkan dalam upaya penanganan dan pencegahan konflik sosial di Indonesia.
B. Langkah-langkah Strategis Menuju Terwujudnya Perdamaian dan Anti Kekerasan
1) mereduksi klaim kebenaran 2) dialog antar-Agama (aliran) 3) dialog budaya
C. Pasca Kesepakatan Damai
Penyelesaian damai untuk konflik di daerah, baik konflik suku, agama, politik, maupun SDA, harus mendapat perhatian amat serius dari segala pihak termasuk Pemerintah Pusat, sebab konflik itu sudah berdimensi nasional. Bahkan, dunia internasional seringkali menaruh perhatian serius.
Ada 2 hal yang harus diupayakan terus menerus pasca kesepakatan perdamaian, yaitu : 1) menangani insiden awal -> insiden awal sekecil apapun yang melibatkan warga kelompok yang bertikai, harus segera ditangani aparat keamanan dengan mengedepankan wibawa hokum dan penegakkan hukum yang tegas 2) mencegah pembusukkan kolektif -> kesepakata damai di atas kertas di ruang tertutup sering melupakan fakta pembusukkan kolektif yang hidup di alam bawah sadar kellompok bertikai. Kesepakatan damai belum mampu meniadakan rasa permusuhan sampai ke akar-akarnya. Proses rekonsiliasi sepenuh hati butuh waktu. Tujuan jangka panjang dari kesepakatan damai adalah mengembalikan rasa saling percaya yang sempat hilang. Rasa tersebut diantara kelompok-kelompok bertikai tidak dapat tumbuh bersama-sama dengan proses pembusukkan kolektif. Proses tersebut harus dicegah dan melibatkan pihak-pihak yang berkompeten dalam resolusi konflik dan perdamaian.
Selasa, 16 November 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
lucu desainnya aku suka
BalasHapus